Rabu, 02 Desember 2015

DAPOK DAN DOGAK*

Zaman dahulu kala ada sepasang suami isteri yang bernama Damia dan Kolikng, hidup mereka sangat bahagia, setelah lama mereka menikah akhirnya Damia pun hamil  anak yang pertama. Kehamilan anak pertamanya ini membuat rasa sayang Kolikng semakin bertambah. Namun, pada saat bulan terakhir Damia akan melahirkan, Kolikng sang suami tercinta terpaksa meninggalkan isteri tercintanya untuk berlayar ke Pulau Jawa bersama dengan adiknya Salulutn untuk berdagang. Setelah Damamak menghiliri sungai, tiba-tiba kapalnya menabrak kayu sengkuang. Ternyata di situ rumahnya Dogak.
Merasa tidurnya ada yang mengganggu, Dogak pun terbagun  “Eh siapa yang berani membangunkan saya”, kata Dogak. Kolikng yang berada dalam kapal itu pun menjawab pertanyaan Dogak “Bukan saya yang membangunkan kamu”, kata Kolikng
Dogak adalah teman dari istri Kolikng. Sehingga pada saat melihat Kolikng di situ Dogak pun bertanya,“Dengan siapa istrimu di sana?” kata Dogak. Kolikng yang merasa tidak suka terhadap Dogak pun akhirnya menjawab pertanyaan itu “Tidak ada, mau mengganggu istri saya kerjamu nanti” kata Kolikng. Sedangkan Dogak tetap bersikeras untuk dapat mengunjungi Damia. Dan kembali Dogak menjawab “Masa mau mengganggu istri kawan, saya hanya mau menemaninya saja”, kata Dogak.
Tidak lama setelah Kolikng lewat, Dogak pun pergi ke hulu dengan menggunakan sampan, berdayung menyusuri sungai sampai akhirnya di tepi kali dekat rumah Damia. Dogak pun memanggil-manggil Damia, “Oh, Damia ada tidak kamu?” kata Dogak. Mendengar panggilan temannya, Damia pun langsung menjawab panggilan Dogak. “Aku ada di dalam, masuklah”, kata Damia. Rasa tidak suka Kolikng terhadap Dogak ternyata beralasan. Dogak berbohong dengan mengatakan bahwa Koliknglah yang menyuruh Dogak datang untuk menemani Damia. “Saya disuruh Kolikng menemani kamu, untuk mengurus kamu melahirkan nanti”, kata Dogak.
Damia yang merasa tidak mendapat pesan sebelumnya dari sang suami atas kedatangan Dogak secara halus menolak kehadiran Dogak. “Ah, saya sendiri juga bisa”, kata Damia. Mendapat jawaban yang menjurus ke arah penolakan akhirnya Dogak memakai nama Kolikng sebagai senjata untuk dapat bertemu. “Tidak tahulah, saya hanya disuruh Kolikng saja” kata Dogak. Mendengar nama suaminya disebutkan maka Damia pun mempersilahkan Dogak untuk masuk ke dalam rumah.
Ternyata tidak hanya sehari dua hari, namun sampai berminggu-minggu lamanya Dogak tinggal di rumah Damia. Sampai suatu hari Dogak mengajak Damia untuk bermain ayunan di depan halaman rumah. Karena Damia sedang hamil besar ia pun menolak ajakan Dogak.
 “Oh Damia kita main ayunan?” kata Dogak.
“Ah saya tidak mau, saya kan sedang hamil tidak tahukah kamu?”, kata Damia.
Damia memang sedang menunggu hari-hari terakhir akan melahirkan anaknya.
“Kalau mau main ayunan, kamu sendiri saja, saya tidak mau”, kata Damia.
“Tidak! Ayolah”, kata Dogak. Dogak tetap merayu Damia untuk menemaninya bermain. Kemudian digantungnya anyunan, lalu memaksa Damia bermain ayun, karena dipaksa, Damia pun akhirnya menemani Dogak bermain.
“Siapa yang mengayun  dulu”, kata Damia.
“Saya saja yang mengayun duluan”, kata Dogak.
“Ayunkanlah saya, biar saya duluan”, kata Damia.
“Tidak, biar kamu saja yang mengayun saya duluan”, kata Dogak.
“Baiklah”, sahut Damia.
Si Dogak pun duduk di ayunan. Lalu diayunlah si Dogak oleh Damia. Si Dogak terlempar ke Jawa, tetapi beberapa saat kemudian datang lagi si Dogak. “Sekarang kamu lagi”, kata Dogak. Damia yang merasa sudah bermain pada giliran pertama pun menolak saran Dogak. “Tidak, saya tidak bisa, saya sudah hampir melahirkan”, kata Damia. “Tidak bisa, sayakan tinggal membalas lagi, masa tidak mau”, kata Dogak. Lalu oleh Dogak, Damia dipaksa duduk di kursi ayunan dan kemudian diayunkannya Damia hingga  terlempar ke kebun Liak Pak Macan.
Setelah terlempar, Damia tidak bisa pulang lagi karena ketika terhempas ke tanah ia langsung melahirkan di kebun Liak milik Pak Macan. Secara kebetulan, istri Pak Macan pun juga mau melahirkan. Pak Macan tidak mengetahui kalau ternyata di dalam kebun Liak miliknya ada seorang wanita yang melahirkan di sana.
Pada keesokan harinya, pada saat Pak Macan hendak mengambil Liak ia terkejut melihat ada seorang wanita bernama Damia terbaring lemah di kebun Liak miliknya. “Saya mau mengambil Liak saja”, kata Pak Macan. Karena merasa heran maka Pak Macan pun bertanya “Kenapa kamu begini Damia”, kata Pak Macan. Damia yang masih merasa lemah pun akhirnya menceritakan kejadian yang dialaminya sampai ia melahirkan di kebun Liak milik Pak Macan. “Saya diayunkan Dogak sehinga saya terlempar sampai ke sini” kata Damia. Mendengar cerita Damia Pak Macan pun merasa iba dan akhirnya menyuruh Damia untuk tinggal di rumah Pak Macan. “Kalau begitu pulang ikut saya saja” kata Pak Macan.
Pak Macam pun segera mengambil dan mencabut Liak yang ada dikebunnya. Kemudian barulah si Damia dibawa pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, istrinya pun melahirkan seorang anak lelaki sama dengan anaknya Damia. Anak mereka laki-laki semua. Lalu Pak Macan memelihara dengan baik anaknya dan anak Damia itu.
Ternyata nun di rumah Damia, Dogak juga hamil karena menelan “sengkalan”. Ia juga melahirkan anak laki-laki. Anak Dogak diberinya nama Dapok. Setelah lama kemudian, anak Damia dan anak Pak Macan pun semakin besar demikian juga Dapok. Setelah anaknya sudah besar, Kolikng pun datang dari berlayar. Kilikng pulang ke rumahnya, kemudian bertambat dan memukul gong sebagai tanda Kolikng sudah datang. Di dalam rumah, Dogak senang dengan kedatangan Kolikng. Setelah mendengar bunyi gong itu, ia berkata kepada anaknya “Dapok, ayahmu sudah datang”, kata Dogak.
Kemudian diambilnya bambu “triboh” dan dipukulnya sebagai tanda menyambut pukulan gong Kolikng. Kolikng pun naik ke rumahnya sembari membawa segala barang-barang hasil perlayarannya di negeri seberang.
“Eh kenapa kakak saya begitu, saya lihat tidak seperti itu kakak saya dulu”, kata Salulutn ketika melihat Dogak. Salulutn heran melihat kakaknya Damia yang berwajah cantik tiba-tiba berubah agak jelek. “Jangan heran, akulah istri Kolikng, tidak tahukah siapa yang membantu saya melahirkan? Hidung saya sengau dimasuki cicak, rambut saya acak-acakan disarangi semut, jangan heran”, kata Dogak. Kolikng diam saja, kemudian dibukanya kue lalu diberikannya kepada Dapok.
“Ah tidak mau Pak, saya mau belacan busuk saja”, kata Dapok Lalu diberikannya belacan busuk kepada Dapok. Orang yang kelaparan memakan belacan yang diberikan ayahnya kepadanya.
“Saya lihat itu bukan istrimu Damia melainkan ia adalah Dogak”, kata Salulutn.
“Jangan begitu, jangan percaya dengan Salulutn, dia bohong”, kata Dogak. Kolikng pun percaya dengan Dogak. Semakin hari semakin besar si Dapok.
Di tempat lain, terlihat Pak macan membuat gasing dua buah, satu untuk anaknya dan yang kedua untuk anaknya Damia. “Kalian Sampuatn Benyuti dan Peti Benyanyi, coba kalian menjemput Dapok untuk bermain gasing bersama kalian”, kata Pak Macan.
“Di mana pondok Dapok”, kata mereka.
“Tahu nanti kalian”, kata Pak Macan.
Setelah selesai membuat gasing untuk Sampuatn Benyuti dan Peti Benyanyi, keesokkan harinya Pak Macan mengulingkan kelapa sehingga sampai ke pondok Dapok. “Kalian berdua ikuti kelapa tersebut. Kelapa yang akan menuntun kalian ke mana harus menemui Dapok”, kata Pak Macam kepada dua anak tersebut. Setelah itu, berangkatlah mereka mengikuti gelindingan kelapa hingga akhirnya dapat bertemu dengan Dapok. Sesampainya mereka di sana, tujuannya adalah mengajak Dapok bermain gasing bersama.
“Dapok, ayo kita bermain gasing”, kata Sampuatn dan Peti.
“Tunggu dulu, saya mau makan”, kata Dapok.
“Naik dulu kalian”, kata Kolikng.
“Kami di sini saja di halaman”, sahut mereka.
“Ah, naik saja”, kata Kolikng. Karena didesak terus untuk naik oleh ayahnya Dapok, mereka berdua pun kemudian naik ke rumah tersebut.
“Lihat Kolikng saya lihat itu sepertinya anakmu. Lihat gayanya, seperti gaya kamu, mukanya seperti muka kamu”, kata Salulutn. Mendengar pembicaraan antara Kolikng dan Salulutn, Dogak yang mengaku sebagai istri Kolikng menyela “bohong”, seru Dogak. “Lihatlah kalau saya perhatikan, dia seperti anak kamu”, kata Salulutn kepada Kolikng. Lalu diambilnya kue kemudian diberikannya kepada mereka berdua. Sampuatn Benyuti dan Peti Benyanyi pun memakan dengan lahap keu pemberian Kolikng.
“Ayo Dapok kita bermain gasing”, kata mereka.
“Ya tapi tunggu dulu,” kata Dapok.
Kemudian Dapok meminta gasing kepada ayahnya, “Pak minta gasing untuk saya bermain dngan dua orang itu”, kata Dapok. Kolikng lalu memberinya gasing yang terbuat dari perunggu.
Setelah itu, mereka pun bermain hingga berhari-hari. Mereka sudah merasa lelah. Dapok selalu salah memangka (memukul buah gasing lawan dengan buah gasing). Setelah capek bermain berhari-hari, akhirnya mereka memangka gasing Dapok hingga terbang ke arah jalan mereka pulang ke rumah. Kemudian mereka mengambil gasing Dapok sambil berlari pulang.
“Oh Pak gasing saya hilang dibawa dua orang anak itu”, kata Dapok.
“Ey, anak-anak itu dibunuh saja Kolikng”, kata Dogak ibunda Dapok.
“Ah, kamu kan masih ada gasing yang lain”, kata Kolikng menenangkan Dapok.
“Pak, saya mau makan sayur belacan”, kata Dapok. Mendengar keinginan Dapok, Kolikng pun memberikannya. Dapok pun dengan lahapnya memakan sayur belacan tersebut.
Keesokan harinya datang lagi mereka berdua mengajak Dapok untuk bermain gasing.
“Dapok, ayo kita bermain gasing lagi”, kata mereka.
“Tunggu, naiklah dulu saya mau makan”, kata Dapok.
“Makan dululah, nanti baru bermain gasing”, kata Kolikng.
Setelah Dapok selesai makan.
“Oh Pak, minta gasing untuk saya bermain dengan dua orang itu”, kata Dapok.
Kolikng pun memberikan gasing perak kepada Dapok. Mereka pun bermain gasing seharian hingga merasa kecapekan. Setelah bermain seharian, akhirnya Sampuatn Benyuti dan Peti Benyanyi memangka lagi gasing Dapok hingga terbang ke arah jalan mereka pulang ke rumah. Kemudian mereka berlari sambil mengambil gasing Dapok untuk dibawa pulang ke rumah.
Sudah dua buah gasing Dapok hilang diambil oleh anak Pak Macan dan anak Damia. Setelah sampai di rumah mereka memberitahukannya kepada Pak Macan. “Bagus, kerja kalian bagus”, kata Pak Macam. “Kalian harus menghabiskan gasingnya Dapok. Ajak terus dia bermain”, kata Pak Macan. Benar saja, keesokkan harinya, mereka pergi lagi ke rumah Dapok untuk diajak bermain gasing bersama. Mereka melakukan ini karena memang disuruh Pak Macan demi menghabiskan gasing Dapok. Mereka selalu menang padahal gasing mereka hanya terbuat dari kayu tapang saja. “Habiskan saja gasing Dapok”, kata Pak Macan.
Mereka kemudian pergi ke rumah Dapok. Sesampainya di sana mereka mengajak Dapok bermain lagi. Dapok selalu punya kebiasaan yang sama. kalau diajak bermain gasing pasti ia harus makan terlebih dahulu.
“Dapok, ayo kita bermain gasing lagi”, kata mereka.
“Tunggu, naiklah dulu saya mau makan”, kata Dapok.
“Makan dululah, nanti baru bermain gasing”, kata Kolikng.
Lagi-lagi setelah Dapok selesai makan.
“Oh Pak, minta gasing untuk saya bermain dengan dua orang itu”, kata Dapok.

Ibu Dapok si Dogak meradang dan melarang anaknya bermain “Nanti habis gasing kamu. Kalau hilang lagi nanti bunuh saja anak itu!”, kata Dogak dengan mimik berang. Lalu mereka bermain lagi, setelah capek bermain seharian. Keduanya pun memangka lagi gasingnya Dapok terbang ke arah jalan mereka pulang. Mereka pun berlari sambil mengambil gasing Dapok yang terbuat dari tembaga tersebut. Dapok pun berlari pulang ke rumahnya dan mengadukan perbuatan dua orang anak itu kepada Kolikng. “Pak, mereka mengambil gasingku lagi”, kata Dapok. “Sekarang habislah gasing kamu. Tinggal gasing emas saja lagi”,  kata Kolikng.
Keesokan harinya dua orang anak itu datang lagi ke rumah Dapok dan mengajak Dapok bermain gasing. Melihat kedatangan dua orang anak ini. Dapok pun mau diajak bermain gasing tetapi diingatkan oleh ibunya Dogak untuk berhati-hati. “Jangan sampai gasing kamu hilang lagi”, kata Dogak kepada Dapok. “Kalau sampai hilang lagi gasing ini bunuh saja mereka, Kolikng!”, seru Dogak geram. “Jangan, saya lihat anak itu persis wajah kamu”, kata Salulutn berbicara kepada Kolikng.
“Ah tidak bisa, kalau gasing emas ini hilang lagi, mereka berdua harus dibunuh”, kata Dogak.
Mereka berdua pun bermain gasing lagi dengan Dapok. Kolikng membiarkan saja Dapok bermain dengan kedua anak itu. Lagi-lagi mereka memangka terbang ke arah jalan mereka pulang gasing emasnya Dapok sehingga mereka berlari sambil mengambil gasing emas Dapok. Sampuatn Benyuti dan Peti pun bergegas pulang ke rumah. Sesampai di rumah, mereka duduk di kiri dan kanan Pak Macan. Kemudian Kolikng pun mengejar mereka dengan membawa parang untuk membunuh mereka karena telah menipu dan mengambil gasing-gasing Dapok anaknya.
Kolikng kelihatannya mengamuk dengan buasnya. Sesampainya di halaman rumah Pak Macan, ia menebas segala buah-buahan yang ditanam Pak Macan. Pohon-pohon yang ada di halaman rumah Pak Macan pun ditebang habis, seperti pinang, kelapa, dan sebagainya habis di tebas Kolikng. Kemudian Kolikng menantang Pak Macan berkelahi karena telah menyuruh dua orang anak mengambil gasing Dapok.    “Sekarang saya mau bunuh anak itu karena telah menghabiskan gasing anak saya, sini saya pancung kepalanya”, kata Kolikng. Kemudian mulai lagi Kolikng membabat segala yang ada di sekitar halaman rumah Pak Macan. “Jangan begitu Kolikng, naik dulu. Mereka bermain dengan Dapok karena saya yang menyuruh. Kalau bukan saya yang menyuruh, mereka tidaklah begitu”, kata Pak Macan.
“Ke sini, biar saya cincang kepala kalian”, kata Kolikng.
“Kalau mau membunuh mereka naik dulu”, kata Pak Macan.
Mereka berdua pun sangat ketakutan setelah mendengar ancaman Kolikng yang hendak membunuh dan memancung kepala mereka. Namun, ajakan Pak Macan mengajak Kolikng ke rumah dengan terpaksa dipenuhinya. “Duduk dulu, saya mau bercerita. Kamu harus tahu bahwa sebenarnya inilah anakmu. Kalau bukan saya yang memeliharanya tidaklah dia sebesar sekarang ini. Istrimu dulu diayunkan Dogak dan dilambungkannya hingga terlempar ke kebun Liak saya maka saya pelihara. Kebetulan, istri saya juga melahirkan waktu itu”, kata Pak Macan. Kolikng pun mendengarkan dengan seksama cerita Pak Macan sembari meletakkan parangnya yang dari tadi siap dugunakan untuk membunuh Sampuatn Benyuti dan Peti Bernyanyi. Akhirnya, Kolikng memercayai cerita Pak Macan dan ingin melihat istrinya Damia. Pak Macan pun memanggil Damia.
“Keluarlah Damia, suamimu datang”, kata Pak Macan.
“Tidak mau, saya takut dengan orang yang mau membunuh anakku. Siapa yang berani”, kata Damia. Setelah itu, Pak Macan menceritakan panjang lebar tentang kejadian yang menimpa istrinya dan segala yang terjadi dengan Dogak kepada Kolikng. “Oh begitukah ?”, kata Kolikng.
“Itulah, kalau kamu tidak tahu, sesungguhnya istrimu yang ada di rumah itu Dogak. Dia menelan “sengkalatn” lalu hamil dan melahirkan Dapok”, jelas Pak Macan.
Mendengar penjelasan Pak Macan, Kolikng pun mememinta ampun kemudian dia mengajak anak istrinya pulang.
“Ayo pulang”, kata Kolikng.
“Tidak mau, saya takut”, kata Damia.
“Biar saya bunuh Dogak nanti”, kata Kolikng.
Kemudian Kolikng pulang ke rumah, setibanya di rumah, ia langsung disambut oleh Dogak yang telah mengaku sebagai istri Kolikng.
“Mati belum anak itu”, kata Dogak.
“Ah jangan banyak bicara”, kata Kolikng.
Diam-diam Kolikng mengasah parang sambil mengucapkan berkata “kerang kerang kerong, mau makan hati Dogak”. Mendengar kata-kata Kolikng Dogak berujar “Merinding bulu kudukku”, kata Dogak dalam hatinya.
“Kamukah yang bernama Dogak”, kata Kolikng.
“Tidak, saya bukan orang yang bernama Dogak”, kata Dogak
“Kerang kerang kerong, mau makan hati Dogak”, kata Kolikng.
“Itu sih mau membunuh saya”, kata Dogak keceplosan.
Melihat gelagat Dogak, Kolikng pun mengambil sebiji telur sembari mengajak Dogak ke sungai. “Ayo kita ke sungai. Bersihkan badanmu, kalau belum seputih telur ini kamu membersihkan badan kamu awas”, kata Kolikng.
“Jadi kamu mau membunuh saya”, kata Dogak kepada Kolikng. Mendengar perkataan Dogak Kolikng hanya diam saja.
“Ayo Dapok kita ke sungai. Kamu dan ibumu mandi supaya badan kotor kalian bersih digosok dengan sabut”,  kata Kolikng. Keduanya digosok-gosok oleh Kolikng dengan sekeras-kerasnya untuk menghilangkan kotoran hitam yang melekat ditubuh mereka. Dogak merintih kesakitan “Ini sih mau membunuh bukan mau membersihkan”, kata Dogak. “Ya, aku memang berniat membunuh kamu”, kata Kolikng. “Tapi aku ini istrimu Kolikng”, kata Dogak. “Bohong”, sahut Kolikng keras. “Aku telah menunggumu bertahun-tahun. Tapi ini balasanmu kepadaku”, kata Dogak. “Tapi kamu telah berbohong dan menipuku. Kamu bukanlah istriku Damia. Kamu itu Dogak yang telah mengaku-ngaku sebagai Damia istriku”, kata Kolikng. “Aku mau membunuhmu sekarang”, seru Kolikng. “Kamu tidak akan dapat membunuhku sebab kalau kau bunuh aku maka aku dapat saja membunuh anak istrimu”, kata Dogak. “Bagaimana kamu mau bisa membunuh anak dan istriku sedangkan kamu aku bunuh dan mayatmu aku buang”, kata Kolikng. “Perlu kamu ketahui, kalau kamu bunuh aku dan kamu buang tubuhku ke sungai maka aku akan jadi lintah yang juga akan membunuh anak-istrimu. Kalau kamu buang tubuhku ke darat maka aku menjadi ular berbisa yang akan menggigit anak-istrimu juga”, kata Dogak.
            Mendengar penjelasan Dogak, Kolikng sempat berpikir keras dan merenungi akibat-akibat yang terjadi kalau dia membuang sembarangan mayat Dogak. Akhirnya dibunuhnya Dogak dan dilemparkannya ke atas sehingga tubuh itu berubah menjadi burung Kaak (sejenis burung Elang). Sedangkan Dapok ditendangnya sehingga berubah menjadi Sengkalatn. Kolikng pun lega dan berbesar hati karena telah menyingkirkan Dogak dan Dapok dari kehidupannya.
Setelah tidak ada Dogak dan Dapok dalam rumahnya maka dibersihkan rumahnya dengan sangat bersih. Semua barang, baju, tikar, dan selimut yang pernah dipakai oleh Dogak direbusnya dengan air panas. Selesai direbus segala barang itupun lalu dibuangnya. Adiknya Salulutn memperhatikan semua yang dilakukan abangnya Kolikng. “Itulah, kamu tidak percaya dengan saya, saya yakin segala tingkah lakunya, wajahnya semuanya mirip seperti kamu”, kata Salulutn.
“Siapa yang tahu. Saya kira semua pengakuannya benar”, kata Kolikng.
“Tidakkah kamu lihat Dogak itu seperti orang gila ketika kita datang dulu”, kata Salulutn. “Ya, sudahlah. Yang lalu biar saja berlalu”, kata Kolikng. “Aku memang salah menilai”, lanjut Kolikng.

Setelah Kolikng selesai membersihkan rumahnya itu, ia kemudian memboyong istrinya Damia, dengan membawa emas tujuh buah kodum (khusus tempat menyimpan barang-barang berharga dalam masyarakat Dayak). Ia pun menuju rumah Pak Macan untuk membawa istrinya kembali ke rumah. Sesampainya ia di rumah Pak Macan, ia langsung menemui Pak Macan dan mengutarakan maksud hatinya. “Sekarang saya mau memohon maaf kepada Pak Macan. Saya mau mengambil anak dan istri saya”, kata Kolikng. Mendengar niat Kolikng Pak Macan pun merelakan. “Apa boleh buat, sebenarnya setelah saya memelihara Damia dan anaknya maka mereka sudah menjadi milik saya. Tetapi kamu sudah punya niat yang tulus dan baik untuk merawat mereka maka saya pun rela”, kata Pak Macan. “Sekarang saya memberikan tujuh buah kodum berisi emas sebagai tanda permohonan maaf dan sebagai balas budi”, kata Kolikng. Kemudian Pak Macan menerima kodum tersebut. Dengan demikain, Damia dan anaknya kembali pulang ke rumah Kolikng dan mereka berkumpul kembali menjadi keluarga yang bahagia.