Zaman dahulu kala ada sepasang suami isteri
yang bernama Damia dan Kolikng, hidup mereka sangat bahagia, setelah lama
mereka menikah akhirnya Damia pun hamil
anak yang pertama. Kehamilan anak pertamanya ini membuat rasa sayang
Kolikng semakin bertambah. Namun, pada saat bulan terakhir Damia akan
melahirkan, Kolikng sang suami tercinta terpaksa meninggalkan isteri
tercintanya untuk berlayar ke Pulau Jawa bersama dengan adiknya Salulutn untuk
berdagang. Setelah Damamak menghiliri sungai, tiba-tiba kapalnya menabrak kayu
sengkuang. Ternyata di situ rumahnya Dogak.
Merasa tidurnya ada yang
mengganggu, Dogak pun terbagun “Eh siapa
yang berani membangunkan saya”, kata Dogak. Kolikng yang berada dalam kapal itu
pun menjawab pertanyaan Dogak “Bukan saya yang membangunkan kamu”, kata Kolikng
Dogak adalah teman dari istri Kolikng.
Sehingga pada saat melihat Kolikng di situ Dogak pun bertanya,“Dengan siapa
istrimu di sana?” kata Dogak. Kolikng yang merasa tidak suka terhadap Dogak pun
akhirnya menjawab pertanyaan itu “Tidak ada, mau mengganggu istri saya kerjamu
nanti” kata Kolikng. Sedangkan Dogak tetap bersikeras untuk dapat mengunjungi
Damia. Dan kembali Dogak menjawab “Masa mau mengganggu istri kawan, saya hanya
mau menemaninya saja”, kata Dogak.
Tidak lama setelah
Kolikng lewat, Dogak pun pergi ke hulu dengan menggunakan sampan, berdayung
menyusuri sungai sampai akhirnya di tepi kali dekat rumah Damia. Dogak pun
memanggil-manggil Damia, “Oh, Damia ada tidak kamu?” kata Dogak. Mendengar
panggilan temannya, Damia pun langsung menjawab panggilan Dogak. “Aku ada di
dalam, masuklah”, kata Damia. Rasa tidak suka Kolikng terhadap Dogak ternyata
beralasan. Dogak berbohong dengan mengatakan bahwa Koliknglah yang menyuruh
Dogak datang untuk menemani Damia. “Saya disuruh Kolikng menemani kamu, untuk
mengurus kamu melahirkan nanti”, kata Dogak.
Damia yang merasa tidak
mendapat pesan sebelumnya dari sang suami atas kedatangan Dogak secara halus
menolak kehadiran Dogak. “Ah, saya sendiri juga bisa”, kata Damia. Mendapat
jawaban yang menjurus ke arah penolakan akhirnya Dogak memakai nama Kolikng
sebagai senjata untuk dapat bertemu. “Tidak tahulah, saya hanya disuruh Kolikng
saja” kata Dogak. Mendengar nama suaminya disebutkan maka Damia pun
mempersilahkan Dogak untuk masuk ke dalam rumah.
Ternyata tidak hanya
sehari dua hari, namun sampai berminggu-minggu lamanya Dogak tinggal di rumah
Damia. Sampai suatu hari Dogak mengajak Damia untuk bermain ayunan di depan
halaman rumah. Karena Damia sedang hamil besar ia pun menolak ajakan Dogak.
“Oh
Damia kita main ayunan?” kata Dogak.
“Ah saya tidak mau, saya kan sedang hamil
tidak tahukah kamu?”, kata Damia.
Damia memang sedang menunggu hari-hari
terakhir akan melahirkan anaknya.
“Kalau mau main ayunan, kamu sendiri saja,
saya tidak mau”, kata Damia.
“Tidak! Ayolah”, kata Dogak. Dogak tetap
merayu Damia untuk menemaninya bermain. Kemudian digantungnya anyunan, lalu
memaksa Damia bermain ayun, karena dipaksa, Damia pun akhirnya menemani Dogak
bermain.
“Siapa yang mengayun dulu”, kata Damia.
“Saya saja yang mengayun duluan”, kata
Dogak.
“Ayunkanlah saya, biar saya duluan”, kata
Damia.
“Tidak, biar kamu saja yang mengayun saya
duluan”, kata Dogak.
“Baiklah”, sahut Damia.
Si Dogak pun duduk di
ayunan. Lalu diayunlah si Dogak oleh Damia. Si Dogak terlempar ke Jawa, tetapi
beberapa saat kemudian datang lagi si Dogak. “Sekarang kamu lagi”, kata Dogak.
Damia yang merasa sudah bermain pada giliran pertama pun menolak saran Dogak.
“Tidak, saya tidak bisa, saya sudah hampir melahirkan”, kata Damia. “Tidak
bisa, sayakan tinggal membalas lagi, masa tidak mau”, kata Dogak. Lalu oleh
Dogak, Damia dipaksa duduk di kursi ayunan dan kemudian diayunkannya Damia
hingga terlempar ke kebun Liak Pak
Macan.
Setelah terlempar, Damia
tidak bisa pulang lagi karena ketika terhempas ke tanah ia langsung melahirkan
di kebun Liak milik Pak Macan. Secara kebetulan, istri Pak Macan pun juga mau
melahirkan. Pak Macan tidak mengetahui kalau ternyata di dalam kebun Liak
miliknya ada seorang wanita yang melahirkan di sana.
Pada keesokan harinya,
pada saat Pak Macan hendak mengambil Liak ia terkejut melihat ada seorang
wanita bernama Damia terbaring lemah di kebun Liak miliknya. “Saya mau
mengambil Liak saja”, kata Pak Macan. Karena merasa heran maka Pak Macan pun
bertanya “Kenapa kamu begini Damia”, kata Pak Macan. Damia yang masih merasa
lemah pun akhirnya menceritakan kejadian yang dialaminya sampai ia melahirkan
di kebun Liak milik Pak Macan. “Saya diayunkan Dogak sehinga saya terlempar
sampai ke sini” kata Damia. Mendengar cerita Damia Pak Macan pun merasa iba dan
akhirnya menyuruh Damia untuk tinggal di rumah Pak Macan. “Kalau begitu pulang
ikut saya saja” kata Pak Macan.
Pak Macam pun segera
mengambil dan mencabut Liak yang ada dikebunnya. Kemudian barulah si Damia
dibawa pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, istrinya pun melahirkan seorang
anak lelaki sama dengan anaknya Damia. Anak mereka laki-laki semua. Lalu Pak
Macan memelihara dengan baik anaknya dan anak Damia itu.
Ternyata nun di rumah
Damia, Dogak juga hamil karena menelan “sengkalan”. Ia juga melahirkan
anak laki-laki. Anak Dogak diberinya nama Dapok. Setelah lama kemudian, anak
Damia dan anak Pak Macan pun semakin besar demikian juga Dapok. Setelah anaknya
sudah besar, Kolikng pun datang dari berlayar. Kilikng pulang ke rumahnya,
kemudian bertambat dan memukul gong sebagai tanda Kolikng sudah datang. Di
dalam rumah, Dogak senang dengan kedatangan Kolikng. Setelah mendengar bunyi
gong itu, ia berkata kepada anaknya “Dapok, ayahmu sudah datang”, kata Dogak.
Kemudian diambilnya bambu
“triboh” dan dipukulnya sebagai tanda menyambut pukulan gong Kolikng. Kolikng
pun naik ke rumahnya sembari membawa segala barang-barang hasil perlayarannya
di negeri seberang.
“Eh kenapa kakak saya begitu, saya lihat
tidak seperti itu kakak saya dulu”, kata Salulutn ketika melihat Dogak.
Salulutn heran melihat kakaknya Damia yang berwajah cantik tiba-tiba berubah
agak jelek. “Jangan heran, akulah istri Kolikng, tidak tahukah siapa yang
membantu saya melahirkan? Hidung saya sengau dimasuki cicak, rambut saya
acak-acakan disarangi semut, jangan heran”, kata Dogak. Kolikng diam saja,
kemudian dibukanya kue lalu diberikannya kepada Dapok.
“Ah tidak mau Pak, saya mau belacan busuk
saja”, kata Dapok Lalu diberikannya belacan busuk kepada Dapok. Orang yang
kelaparan memakan belacan yang diberikan ayahnya kepadanya.
“Saya lihat itu bukan istrimu Damia
melainkan ia adalah Dogak”, kata Salulutn.
“Jangan begitu, jangan percaya dengan
Salulutn, dia bohong”, kata Dogak. Kolikng pun percaya dengan Dogak. Semakin
hari semakin besar si Dapok.
Di tempat lain, terlihat
Pak macan membuat gasing dua buah, satu untuk anaknya dan yang kedua untuk
anaknya Damia. “Kalian Sampuatn Benyuti dan Peti Benyanyi, coba kalian
menjemput Dapok untuk bermain gasing bersama kalian”, kata Pak Macan.
“Di mana pondok Dapok”, kata mereka.
“Tahu nanti kalian”, kata Pak Macan.
Setelah selesai membuat
gasing untuk Sampuatn Benyuti dan Peti Benyanyi, keesokkan harinya Pak Macan
mengulingkan kelapa sehingga sampai ke pondok Dapok. “Kalian berdua ikuti
kelapa tersebut. Kelapa yang akan menuntun kalian ke mana harus menemui Dapok”,
kata Pak Macam kepada dua anak tersebut. Setelah itu, berangkatlah mereka
mengikuti gelindingan kelapa hingga akhirnya dapat bertemu dengan Dapok.
Sesampainya mereka di sana, tujuannya adalah mengajak Dapok bermain gasing
bersama.
“Dapok, ayo kita bermain gasing”, kata
Sampuatn dan Peti.
“Tunggu dulu, saya mau makan”, kata Dapok.
“Naik dulu kalian”, kata Kolikng.
“Kami di sini saja di halaman”, sahut
mereka.
“Ah, naik saja”, kata Kolikng. Karena
didesak terus untuk naik oleh ayahnya Dapok, mereka berdua pun kemudian naik ke
rumah tersebut.
“Lihat Kolikng saya lihat itu sepertinya
anakmu. Lihat gayanya, seperti gaya kamu, mukanya seperti muka kamu”, kata
Salulutn. Mendengar pembicaraan antara Kolikng dan Salulutn, Dogak yang mengaku
sebagai istri Kolikng menyela “bohong”, seru Dogak. “Lihatlah kalau saya
perhatikan, dia seperti anak kamu”, kata Salulutn kepada Kolikng. Lalu
diambilnya kue kemudian diberikannya kepada mereka berdua. Sampuatn Benyuti dan
Peti Benyanyi pun memakan dengan lahap keu pemberian Kolikng.
“Ayo Dapok kita bermain gasing”, kata
mereka.
“Ya tapi tunggu dulu,” kata Dapok.
Kemudian Dapok meminta gasing kepada
ayahnya, “Pak minta gasing untuk saya bermain dngan dua orang itu”, kata Dapok.
Kolikng lalu memberinya gasing yang terbuat dari perunggu.
Setelah itu, mereka pun
bermain hingga berhari-hari. Mereka sudah merasa lelah. Dapok selalu salah
memangka (memukul buah gasing lawan dengan buah gasing). Setelah capek bermain
berhari-hari, akhirnya mereka memangka gasing Dapok hingga terbang ke arah
jalan mereka pulang ke rumah. Kemudian mereka mengambil gasing Dapok sambil
berlari pulang.
“Oh Pak gasing saya hilang dibawa dua orang
anak itu”, kata Dapok.
“Ey, anak-anak itu dibunuh saja Kolikng”,
kata Dogak ibunda Dapok.
“Ah, kamu kan masih ada gasing yang lain”,
kata Kolikng menenangkan Dapok.
“Pak, saya mau makan sayur belacan”, kata
Dapok. Mendengar keinginan Dapok, Kolikng pun memberikannya. Dapok pun dengan
lahapnya memakan sayur belacan tersebut.
Keesokan harinya datang
lagi mereka berdua mengajak Dapok untuk bermain gasing.
“Dapok, ayo kita bermain gasing lagi”, kata
mereka.
“Tunggu, naiklah dulu saya mau makan”, kata
Dapok.
“Makan dululah, nanti baru bermain gasing”,
kata Kolikng.
Setelah Dapok selesai makan.
“Oh Pak, minta gasing untuk saya bermain
dengan dua orang itu”, kata Dapok.
Kolikng pun memberikan gasing perak kepada
Dapok. Mereka pun bermain gasing seharian hingga merasa kecapekan. Setelah
bermain seharian, akhirnya Sampuatn Benyuti dan Peti Benyanyi memangka lagi
gasing Dapok hingga terbang ke arah jalan mereka pulang ke rumah. Kemudian
mereka berlari sambil mengambil gasing Dapok untuk dibawa pulang ke rumah.
Sudah dua buah gasing
Dapok hilang diambil oleh anak Pak Macan dan anak Damia. Setelah sampai di
rumah mereka memberitahukannya kepada Pak Macan. “Bagus, kerja kalian bagus”,
kata Pak Macam. “Kalian harus menghabiskan gasingnya Dapok. Ajak terus dia
bermain”, kata Pak Macan. Benar saja, keesokkan harinya, mereka pergi lagi ke
rumah Dapok untuk diajak bermain gasing bersama. Mereka melakukan ini karena
memang disuruh Pak Macan demi menghabiskan gasing Dapok. Mereka selalu menang
padahal gasing mereka hanya terbuat dari kayu tapang saja. “Habiskan saja
gasing Dapok”, kata Pak Macan.
Mereka kemudian pergi ke
rumah Dapok. Sesampainya di sana mereka mengajak Dapok bermain lagi. Dapok
selalu punya kebiasaan yang sama. kalau diajak bermain gasing pasti ia harus
makan terlebih dahulu.
“Dapok, ayo kita bermain gasing lagi”, kata
mereka.
“Tunggu, naiklah dulu saya mau makan”, kata
Dapok.
“Makan dululah, nanti baru bermain gasing”,
kata Kolikng.
Lagi-lagi setelah Dapok selesai makan.
“Oh Pak, minta gasing untuk saya bermain
dengan dua orang itu”, kata Dapok.
Ibu Dapok si Dogak meradang dan melarang
anaknya bermain “Nanti habis gasing kamu. Kalau hilang lagi nanti bunuh saja
anak itu!”, kata Dogak dengan mimik berang. Lalu mereka bermain lagi, setelah
capek bermain seharian. Keduanya pun memangka lagi gasingnya Dapok terbang ke
arah jalan mereka pulang. Mereka pun berlari sambil mengambil gasing Dapok yang
terbuat dari tembaga tersebut. Dapok pun berlari pulang ke rumahnya dan
mengadukan perbuatan dua orang anak itu kepada Kolikng. “Pak, mereka mengambil
gasingku lagi”, kata Dapok. “Sekarang habislah gasing kamu. Tinggal gasing emas
saja lagi”, kata Kolikng.
Keesokan harinya dua
orang anak itu datang lagi ke rumah Dapok dan mengajak Dapok bermain gasing.
Melihat kedatangan dua orang anak ini. Dapok pun mau diajak bermain gasing
tetapi diingatkan oleh ibunya Dogak untuk berhati-hati. “Jangan sampai gasing
kamu hilang lagi”, kata Dogak kepada Dapok. “Kalau sampai hilang lagi gasing
ini bunuh saja mereka, Kolikng!”, seru Dogak geram. “Jangan, saya lihat anak
itu persis wajah kamu”, kata Salulutn berbicara kepada Kolikng.
“Ah tidak bisa, kalau gasing emas ini hilang
lagi, mereka berdua harus dibunuh”, kata Dogak.
Mereka berdua pun bermain
gasing lagi dengan Dapok. Kolikng membiarkan saja Dapok bermain dengan kedua
anak itu. Lagi-lagi mereka memangka terbang ke arah jalan mereka pulang
gasing emasnya Dapok sehingga mereka berlari sambil mengambil gasing emas
Dapok. Sampuatn Benyuti dan Peti pun bergegas pulang ke rumah. Sesampai di
rumah, mereka duduk di kiri dan kanan Pak Macan. Kemudian Kolikng pun mengejar
mereka dengan membawa parang untuk membunuh mereka karena telah menipu dan
mengambil gasing-gasing Dapok anaknya.
Kolikng kelihatannya
mengamuk dengan buasnya. Sesampainya di halaman rumah Pak Macan, ia menebas
segala buah-buahan yang ditanam Pak Macan. Pohon-pohon yang ada di halaman
rumah Pak Macan pun ditebang habis, seperti pinang, kelapa, dan sebagainya
habis di tebas Kolikng. Kemudian Kolikng menantang Pak Macan berkelahi karena
telah menyuruh dua orang anak mengambil gasing Dapok. “Sekarang saya mau bunuh anak itu karena
telah menghabiskan gasing anak saya, sini saya pancung kepalanya”, kata
Kolikng. Kemudian mulai lagi Kolikng membabat segala yang ada di sekitar
halaman rumah Pak Macan. “Jangan begitu Kolikng, naik dulu. Mereka bermain
dengan Dapok karena saya yang menyuruh. Kalau bukan saya yang menyuruh, mereka
tidaklah begitu”, kata Pak Macan.
“Ke sini, biar saya cincang kepala kalian”,
kata Kolikng.
“Kalau mau membunuh mereka naik dulu”, kata
Pak Macan.
Mereka berdua pun sangat
ketakutan setelah mendengar ancaman Kolikng yang hendak membunuh dan memancung
kepala mereka. Namun, ajakan Pak Macan mengajak Kolikng ke rumah dengan
terpaksa dipenuhinya. “Duduk dulu, saya mau bercerita. Kamu harus tahu bahwa
sebenarnya inilah anakmu. Kalau bukan saya yang memeliharanya tidaklah dia
sebesar sekarang ini. Istrimu dulu diayunkan Dogak dan dilambungkannya hingga
terlempar ke kebun Liak saya maka saya pelihara. Kebetulan, istri saya juga
melahirkan waktu itu”, kata Pak Macan. Kolikng pun mendengarkan dengan seksama
cerita Pak Macan sembari meletakkan parangnya yang dari tadi siap dugunakan
untuk membunuh Sampuatn Benyuti dan Peti Bernyanyi. Akhirnya, Kolikng memercayai
cerita Pak Macan dan ingin melihat istrinya Damia. Pak Macan pun memanggil
Damia.
“Keluarlah Damia, suamimu datang”, kata Pak
Macan.
“Tidak mau, saya takut dengan orang yang mau
membunuh anakku. Siapa yang berani”, kata Damia. Setelah itu, Pak Macan
menceritakan panjang lebar tentang kejadian yang menimpa istrinya dan segala
yang terjadi dengan Dogak kepada Kolikng. “Oh begitukah ?”, kata Kolikng.
“Itulah, kalau kamu tidak tahu, sesungguhnya
istrimu yang ada di rumah itu Dogak. Dia menelan “sengkalatn” lalu hamil
dan melahirkan Dapok”, jelas Pak Macan.
Mendengar penjelasan Pak Macan, Kolikng pun
mememinta ampun kemudian dia mengajak anak istrinya pulang.
“Ayo pulang”, kata Kolikng.
“Tidak mau, saya takut”, kata Damia.
“Biar saya bunuh Dogak nanti”, kata Kolikng.
Kemudian Kolikng pulang
ke rumah, setibanya di rumah, ia langsung disambut oleh Dogak yang telah
mengaku sebagai istri Kolikng.
“Mati belum anak itu”, kata Dogak.
“Ah jangan banyak bicara”, kata Kolikng.
Diam-diam Kolikng mengasah parang sambil
mengucapkan berkata “kerang kerang kerong, mau makan hati Dogak”. Mendengar
kata-kata Kolikng Dogak berujar “Merinding bulu kudukku”, kata Dogak dalam
hatinya.
“Kamukah yang bernama Dogak”, kata Kolikng.
“Tidak, saya bukan orang yang bernama
Dogak”, kata Dogak
“Kerang kerang kerong, mau makan hati
Dogak”, kata Kolikng.
“Itu sih mau membunuh saya”, kata Dogak
keceplosan.
Melihat gelagat Dogak, Kolikng pun mengambil
sebiji telur sembari mengajak Dogak ke sungai. “Ayo kita ke sungai. Bersihkan
badanmu, kalau belum seputih telur ini kamu membersihkan badan kamu awas”, kata
Kolikng.
“Jadi kamu mau membunuh saya”, kata Dogak
kepada Kolikng. Mendengar perkataan Dogak Kolikng hanya diam saja.
“Ayo Dapok kita ke sungai. Kamu dan ibumu
mandi supaya badan kotor kalian bersih digosok dengan sabut”, kata Kolikng. Keduanya digosok-gosok oleh
Kolikng dengan sekeras-kerasnya untuk menghilangkan kotoran hitam yang melekat
ditubuh mereka. Dogak merintih kesakitan “Ini sih mau membunuh bukan mau
membersihkan”, kata Dogak. “Ya, aku memang berniat membunuh kamu”, kata
Kolikng. “Tapi aku ini istrimu Kolikng”, kata Dogak. “Bohong”, sahut Kolikng
keras. “Aku telah menunggumu bertahun-tahun. Tapi ini balasanmu kepadaku”, kata
Dogak. “Tapi kamu telah berbohong dan menipuku. Kamu bukanlah istriku Damia.
Kamu itu Dogak yang telah mengaku-ngaku sebagai Damia istriku”, kata Kolikng.
“Aku mau membunuhmu sekarang”, seru Kolikng. “Kamu tidak akan dapat membunuhku
sebab kalau kau bunuh aku maka aku dapat saja membunuh anak istrimu”, kata Dogak.
“Bagaimana kamu mau bisa membunuh anak dan istriku sedangkan kamu aku bunuh dan
mayatmu aku buang”, kata Kolikng. “Perlu kamu ketahui, kalau kamu bunuh aku dan
kamu buang tubuhku ke sungai maka aku akan jadi lintah yang juga akan membunuh
anak-istrimu. Kalau kamu buang tubuhku ke darat maka aku menjadi ular berbisa
yang akan menggigit anak-istrimu juga”, kata Dogak.
Mendengar
penjelasan Dogak, Kolikng sempat berpikir keras dan merenungi akibat-akibat
yang terjadi kalau dia membuang sembarangan mayat Dogak. Akhirnya dibunuhnya
Dogak dan dilemparkannya ke atas sehingga tubuh itu berubah menjadi burung Kaak
(sejenis burung Elang). Sedangkan Dapok ditendangnya sehingga berubah menjadi
Sengkalatn. Kolikng pun lega dan berbesar hati karena telah menyingkirkan Dogak
dan Dapok dari kehidupannya.
Setelah tidak ada Dogak
dan Dapok dalam rumahnya maka dibersihkan rumahnya dengan sangat bersih. Semua
barang, baju, tikar, dan selimut yang pernah dipakai oleh Dogak direbusnya
dengan air panas. Selesai direbus segala barang itupun lalu dibuangnya. Adiknya
Salulutn memperhatikan semua yang dilakukan abangnya Kolikng. “Itulah, kamu
tidak percaya dengan saya, saya yakin segala tingkah lakunya, wajahnya semuanya
mirip seperti kamu”, kata Salulutn.
“Siapa yang tahu. Saya kira semua
pengakuannya benar”, kata Kolikng.
“Tidakkah kamu lihat Dogak itu seperti orang
gila ketika kita datang dulu”, kata Salulutn. “Ya, sudahlah. Yang lalu biar
saja berlalu”, kata Kolikng. “Aku memang salah menilai”, lanjut Kolikng.
Setelah Kolikng selesai
membersihkan rumahnya itu, ia kemudian memboyong istrinya Damia, dengan membawa
emas tujuh buah kodum (khusus tempat menyimpan barang-barang berharga
dalam masyarakat Dayak). Ia pun menuju rumah Pak Macan untuk membawa istrinya
kembali ke rumah. Sesampainya ia di rumah Pak Macan, ia langsung menemui Pak
Macan dan mengutarakan maksud hatinya. “Sekarang saya mau memohon maaf kepada
Pak Macan. Saya mau mengambil anak dan istri saya”, kata Kolikng. Mendengar
niat Kolikng Pak Macan pun merelakan. “Apa boleh buat, sebenarnya setelah saya
memelihara Damia dan anaknya maka mereka sudah menjadi milik saya. Tetapi kamu
sudah punya niat yang tulus dan baik untuk merawat mereka maka saya pun rela”,
kata Pak Macan. “Sekarang saya memberikan tujuh buah kodum berisi emas
sebagai tanda permohonan maaf dan sebagai balas budi”, kata Kolikng. Kemudian
Pak Macan menerima kodum tersebut. Dengan demikain, Damia dan anaknya
kembali pulang ke rumah Kolikng dan mereka berkumpul kembali menjadi keluarga
yang bahagia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar